Profesionalisme jurnalis menjadi fondasi utama dalam menjaga marwah pers. Kecepatan penyampaian berita tidak boleh mengalahkan keakuratan dan verifikasi. Setiap produk jurnalistik harus berimbang, tidak menghakimi, serta bebas dari kepentingan pribadi maupun kelompok. Pers yang profesional akan menjadi mitra kritis pemerintah bukan lawan, apalagi alat tekanan.
Dalam praktiknya, masih kerap ditemui oknum yang mengatasnamakan wartawan, media, atau lembaga tertentu yang melakukan tindakan tidak etis, bahkan merugikan penyelenggaraan pemerintahan hingga ke tingkat desa. Praktik semacam ini mencederai profesi jurnalis dan memperkuat persepsi negatif masyarakat terhadap pers. Padahal, pers sejatinya hadir sebagai corong aspirasi warga dan pengawas kekuasaan yang bekerja dalam koridor hukum dan etika.
Oleh karena itu, sinergi antara pers dan pemerintah perlu terus dibangun atas dasar saling menghormati fungsi masing-masing. Pemerintah membutuhkan pers sebagai sarana penyampaian informasi yang transparan kepada publik, sementara pers membutuhkan keterbukaan informasi untuk menjalankan tugas jurnalistik secara optimal. Sinergi ini penting agar informasi yang sampai kepada masyarakat tidak hanya cepat, tetapi juga benar dan mencerahkan.
Pers yang sehat adalah pers yang mampu menjaga kedaulatan daerah, menjunjung tinggi nilai sosial masyarakat, serta berkontribusi aktif dalam pembangunan bangsa. Dengan menjadikan Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman utama, insan pers—baik wartawan profesional maupun pelaku jurnalisme warga diharapkan mampu menghadirkan informasi yang seterang-terangnya, berimbang, dan berorientasi pada kepentingan publik.
Pada akhirnya, kebebasan pers di era teknologi informasi harus menjadi kekuatan pemersatu, bukan sumber perpecahan. Ketika pers dijalankan secara profesional, independen, dan beretika, maka kepercayaan publik akan tumbuh, persepsi negatif dapat dihilangkan, dan pers akan tetap menjadi pilar demokrasi yang kokoh dalam membangun daerah dan bangsa. (*)





