Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 28/PUU-XXIII/2025 dalam sidang di Jakarta, Rabu (17/12/2025). MK menyatakan frasa “setiap orang” dalam Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penyelenggara pertunjukan secara komersial.
“Menyatakan frasa ‘setiap orang’ dalam norma Pasal 23 ayat (5) UU Nomor 28 Tahun 2014 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘termasuk penyelenggara pertunjukan secara komersial’,” ujar Suhartoyo.
Pasal tersebut sebelumnya berbunyi, “Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).”
MK menilai frasa tersebut selama ini menimbulkan multitafsir mengenai pihak yang wajib membayar royalti. Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa sebuah pertunjukan komersial setidaknya melibatkan dua pihak utama, yakni penyelenggara pertunjukan dan pelaku pertunjukan.
Menurut Mahkamah, penyelenggara merupakan pihak yang merancang, mengelola, dan memperoleh keuntungan ekonomi dari pertunjukan, terutama melalui penjualan tiket. Karena itu, penyelenggaralah yang paling mengetahui besaran pendapatan dan paling tepat dibebani kewajiban pembayaran royalti.
“Oleh karena itu, pihak yang seharusnya membayar royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta melalui LMK adalah penyelenggara pertunjukan,” tegas Enny.
Penegasan “Imbalan yang Wajar”
MK juga mengabulkan permohonan terkait frasa “imbalan yang wajar” dalam Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta. MK menilai frasa tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum jika tidak dikaitkan dengan mekanisme dan tarif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Mahkamah menyatakan frasa tersebut inkonstitusional bersyarat, sepanjang tidak dimaknai sebagai imbalan yang ditetapkan berdasarkan mekanisme dan tarif resmi oleh lembaga berwenang.
Hakim Enny menegaskan penetapan tarif royalti harus melibatkan para pemangku kepentingan serta tetap memperhatikan kepentingan publik agar karya cipta dapat dinikmati secara terjangkau.
Diketahui, tarif royalti musik selama ini diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016.