MK Putuskan Royalti Konser Dibayar Promotor, Bukan Musisi

MK menegaskan penyelenggara pertunjukan komersial wajib membayar royalti melalui LMK, serta pidana hak cipta menjadi jalan terakhir.

Redaksi

Sanksi Pidana Jadi Upaya Terakhir

MK menegaskan bahwa penegakan sanksi pidana dalam perkara hak cipta harus menjadi ultimum remedium atau jalan terakhir. Sengketa hak cipta seharusnya lebih dahulu diselesaikan melalui mekanisme administratif atau perdata.

“Penerapan sanksi pidana hanya dilakukan apabila mekanisme administratif dan perdata tidak memadai,” kata Enny.

Mahkamah menilai pendekatan pidana yang diterapkan terlalu dini justru berpotensi menimbulkan ketakutan di kalangan seniman dan pelaku pertunjukan, serta berdampak pada ekosistem seni dan budaya nasional.

MK juga menegaskan penegakan pidana hak cipta harus mengedepankan prinsip restorative justice, termasuk dalam penerapan Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.


Tanggapan APMI

Ketua Umum Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) Dino Hamid menyambut positif putusan MK tersebut. Ia menilai keputusan ini memberikan kepastian hukum bagi promotor musik.

Baca Juga  Laporan Roy Suryo Cs soal Dugaan Ijazah Jokowi Kembali Ditolak Aparat

“Ini keputusan yang baik dan jelas. Sebagai user, kami memang membutuhkan kepastian hukum,” ujar Dino.

Menurutnya, praktik pembayaran performing rights sudah lazim diterapkan secara internasional, dengan besaran sekitar 2 persen dari total penjualan tiket konser. Ia mendorong pemerintah untuk melakukan sosialisasi masif agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat. (*)

Sumber : Republika.id