TAJUK | KlikGenZ – Bencana selalu datang membawa duka, kehilangan, dan ketidakpastian. Dalam situasi seperti ini, media memegang peran yang jauh melampaui sekadar penyampai peristiwa. Media adalah jembatan informasi, penenang publik, sekaligus pengingat nurani bersama bahwa kemanusiaan harus ditempatkan di atas sensasi.
Pernyataan Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, yang mengingatkan pentingnya pemberitaan berimbang di tengah penanganan bencana, patut dibaca sebagai refleksi bersama. Bukan sebagai upaya membungkam kritik, melainkan ajakan untuk menempatkan kritik dalam kerangka etika, empati, dan tanggung jawab sosial.
Kritik adalah ruh jurnalisme. Namun dalam konteks bencana, kritik yang baik bukanlah yang sekadar menunjukkan kekurangan, melainkan yang memberi arah perbaikan. Sorotan yang tidak utuh berpotensi melukai moril para petugas di lapangan—mereka yang bekerja dalam keterbatasan, menghadapi risiko, bahkan kehilangan rekan dan keluarga saat menjalankan tugas kemanusiaan.
Media harus tetap menjalankan fungsi kontrol sosial, namun dengan kesadaran bahwa setiap narasi memiliki dampak psikologis dan sosial. Ketika narasi “lambat” atau “tidak maksimal” disampaikan tanpa konteks medan, akses, dan kondisi lapangan, publik kehilangan gambaran utuh tentang kompleksitas penanganan bencana. Akibatnya, kepercayaan dan semangat gotong royong bisa terkikis.
Etika pemberitaan bencana menuntut lebih dari sekadar akurasi. Ia menuntut kepekaan. Informasi harus diverifikasi, bahasa harus dijaga, dan sudut pandang harus memberi ruang pada kerja kemanusiaan yang sedang berlangsung. Media tidak boleh menjadi pengeras kekecewaan semata, tetapi juga penyampai harapan dan solusi.
KlikGenZ meyakini bahwa media yang kuat adalah media yang mampu bersikap kritis tanpa kehilangan empati. Media yang berani mengungkap masalah, namun juga adil dalam mengapresiasi kerja-kerja kemanusiaan. Dalam situasi bencana, bangsa ini tidak membutuhkan narasi saling menyalahkan, melainkan informasi yang mendorong kolaborasi dan solidaritas.
Pada akhirnya, pemberitaan bencana adalah ujian etika bagi jurnalisme itu sendiri. Apakah media hadir untuk memperkeruh suasana, atau menjadi bagian dari ikhtiar bersama menyelamatkan dan memulihkan kehidupan. KlikGenZ memilih yang kedua berdiri di sisi kemanusiaan, tanpa meninggalkan integritas jurnalistik.
Di tengah puing dan duka, jurnalisme diuji bukan oleh seberapa cepat ia memberitakan, tetapi oleh seberapa adil, berempati, dan bertanggung jawab ia menyampaikan kebenaran. Media yang berpihak pada kemanusiaan akan selalu menjadi bagian dari solusi, bukan sekadar saksi dari krisis. (*)





