Stimulus Rp 276 Triliun Mengendap di Bank, Kredit Mikro Tertekan Jelang Akhir 2025

Likuiditas perbankan melimpah, namun dana belum mengalir ke sektor riil. Undisbursed loan tembus Rp 2.509 triliun, sementara kredit UMKM di bank pelat merah anjlok.

Foto: kolase foto/ BCA, BRI, Mandiri, BNI / Aristya Rahadian

Swasta Melaju, Himbara Terjepit

Di tengah lesunya kredit mikro bank pelat merah, bank swasta justru mencatatkan kinerja berlawanan. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menunjukkan pertumbuhan positif di segmen UKM.

Per September 2025, portofolio kredit SME BCA tumbuh 7,7 persen YoY menjadi Rp 129,3 triliun. Segmen Komersial tumbuh 5,7 persen YoY, sementara kredit Korporasi melonjak 10,4 persen YoY.

Kinerja hijau di hampir seluruh lini bisnis BCA menciptakan kontras mencolok dengan kontraksi tajam kredit kecil di Bank Mandiri maupun penurunan Kupedes BRI.

Implikasi bagi Perekonomian

Fenomena ini membawa dampak ganda bagi perekonomian nasional.

Dampak Negatif

  1. Pertumbuhan ekonomi berpotensi melambat, karena stimulus yang diharapkan menciptakan efek berganda justru tertahan di sistem keuangan.

  2. Efisiensi perbankan tertekan, sebab bank menanggung biaya dana tanpa diimbangi optimalisasi pendapatan bunga kredit.

Baca Juga  Dana Desa 2026 Menyusut, Mampukah Desa Tetap Hidup?

Dampak Positif
Di sisi lain, kondisi ini mencerminkan ketahanan likuiditas korporasi yang relatif kuat. Besarnya fasilitas kredit yang belum digunakan berfungsi sebagai buffer.

Jika terjadi gejolak ekonomi atau kebutuhan mendesak, perusahaan memiliki akses pendanaan siap pakai tanpa perlu proses pengajuan baru. Situasi ini membantu menekan risiko gagal bayar di sektor korporasi. (*)

Sumber: CNBC Indonesia