Kemenhut Tegaskan Kayu Hanyut Banjir Boleh Dimanfaatkan Terbatas untuk Kemanusiaan

Kayu hanyut akibat banjir di Aceh, Sumut, dan Sumbar dikategorikan sebagai sampah spesifik bencana dan diawasi ketat agar tak disalahgunakan

Redaksi

JAKARTA | KLIKGENZ — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menegaskan bahwa kayu-kayu yang terbawa banjir di sejumlah wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat merupakan sampah spesifik akibat bencana yang memerlukan penanganan khusus, terutama untuk menjamin keselamatan dan kesehatan masyarakat.

Dalam kerangka kemanusiaan, kayu hanyut tersebut dapat dimanfaatkan secara terbatas oleh masyarakat guna mendukung kegiatan penanganan darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi di wilayah terdampak bencana.

Kebijakan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, yang mengatur bahwa timbulan sampah akibat bencana memerlukan metode penanganan tersendiri. Selain itu, penanganan kayu hanyut juga tetap mempedomani Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, guna memastikan tertib tata kelola dan akuntabilitas.

Baca Juga  Banjir Bandang dan Longsor Terjang Tanah Datar, Ratusan Warga Mengungsi Butuh Bantuan Mendesak

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Luar Negeri Kemenhut, Krisdianto, mengatakan pihaknya telah menerbitkan arahan resmi kepada pemerintah daerah terdampak sejak 8 Desember 2025 melalui surat Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Nomor S.467/PHL/IPHH/PHL.04.01/B/12/2025.

Arahan tersebut menegaskan bahwa pemanfaatan kayu hanyut hanya diperbolehkan untuk kepentingan kemanusiaan, khususnya dalam penanganan darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pascabencana.

“Kayu hanyut yang terbawa banjir dipandang sebagai sampah spesifik akibat bencana. Dalam kondisi tertentu, kayu ini dapat dimanfaatkan masyarakat secara terbatas untuk membangun kembali rumah, fasilitas umum, serta sarana dan prasarana di wilayah terdampak,” ujar Krisdianto, Senin (22/12/2025).

Lebih lanjut, Kemenhut menyampaikan bahwa kayu hanyut tersebut dapat dikategorikan sebagai kayu temuan, sehingga pengelolaannya tetap harus dilaporkan kepada aparat desa setempat. Kebijakan ini, tegas Kemenhut, tidak dimaksudkan untuk membuka ruang eksploitasi atau menjadi modus pencucian kayu ilegal.

Baca Juga  BI Ungkap Kredit Nganggur Rp2.500 Triliun, Korporasi dan Rumah Tangga Masih Tahan Pinjaman

“Kami ingin memastikan penanganan kayu hanyut berjalan tertib, terkoordinasi, dan tidak disalahgunakan. Karena itu, pemanfaatannya dilakukan bersama pemerintah daerah dan pihak terkait, khusus untuk mendukung pemulihan masyarakat terdampak bencana,” tambah Krisdianto.

Kemenhut menegaskan komitmennya untuk hadir secara kolaboratif dalam penanganan bencana, sekaligus menjaga tata kelola kehutanan yang bertanggung jawab. Melalui pendekatan ini, pemulihan sosial dan ekonomi masyarakat diharapkan dapat berjalan seiring dengan perlindungan lingkungan dan kepastian hukum di sektor kehutanan. [*Kemenhut]